Skip to main content

Titis dan Tempe

Hai semuanya !



Today I will post about the latest activity that I am proud of (because normally I wouldn't even think of doing this). I am going to talk about my day with TEMPE !! (Btw maaf ya bahasanya agak campur-campur for this blog. I am too friggin' excited to share this, I ignore all of the language stuffs).

I am talking about tempe-food not Tempe, my friend.




This is my friend, his name is Tempe. Tempe is a guy. He has a band with Wednes called Rabu. Tempe wants to get his scholarship too, soon. Tempe is nice.  Be like Tempe.




...





Maaf untuk intermezzo barusan yang agak tidak penting.


YOW! Now I will start to write about tempe the food. So some of you may know that I will be going abroad very soon (still waiting for my visa to be granted - fingers crossed, toes crossed, everything crossed). The thing that my family and my friends are concerned of is that I will be missing a lot of things from Indonesia, especially the food (ayam geprek, rawon, sup ikan Manado, soto Betawi, pecel lele, lalapan masakan Sunda, sugar and spice and everything nice). As we all know, Indonesian eats A LOT of good food. By a lot I mean A LOT A LOT of super duper uber good food. One of the mandatory Indonesian food that has to be there in the kitchen almost everyday is TEMPE! That one soybean miracle of life. (Whoever you are, the master creator of tempe, I thank you with all my heart).

Nah dikarenakan takut kangen sama tempe terlalu dalam ketika jauh dari pasar tradisional Indonesia yang awesome, maka dari itu saya belajarlah bikin tempe dari 0. Btw terima kasih untuk Libbis Sujessy yang juga punya ide belajar bikin tempe ini jadi saya semangat juga belajarnya hehehehe. Akhirnya saya cari cari info di google dan di beberapa blog tentang cara bikin tempe. So here I am, as a beginner, trying to make tempe from scartch with my hands and Mba Nur's hands (my second-mother / best chef ever / housekeeping assistant / wonderwoman).



Mbak Nur the Wonder Woman

STEP 1 :

Get the ingredients :

- kedelai lokal 1 kilogram
- ragi tempe 1 bungkus (tapi yang kepake cuma 1 sendok makan)
- air (lots and lots of water)
- daun pisang (next time I will try to use plastic instead because it'll be hard to find banana leaves in Europe)
- lots of courage and patience

STEP 2 :

Bersihkan tangan dengan mencuci tangan yang benar, bersihkan semua alat dapur yang akan digunakan, kemudian bersihkan kedelai dari kotoran2 dengan cara buang aja itu kerikil - kerikil, biji jagung, yang kadang masih ada.

Cuci bersih kedelai beberapa kali sampai benar-benar bersih. Kemudian rebus kedelai selama kurang lebih 1 jam sampai kulit kedelai mengelupas. Ketika merebus, api tidak perlu terlalu besar biar kayak Rhoma Irama bilang : yang sedang-sedang saja.

STEP 3 :

Angkat panci dari kompor, tuang kedelai ke dalam wadah yang besar, kemudian bilas berulang kali sambil dipencet2 biar kulit-kulit kedelainya pada lepas. Proses ini sangat menguji kesabaran karena bener bener berulang kali banget bilas pencet bilas pencet bilas pencet nya. Kalo susah dibayangin coba liat foto di bawah deh.



Putih putih yang ngambang itu kulitnya yang udah pada ngelupas habis bilas pencet


Kalo ngga salah saya kemarin sampai 8x bilas pencet baru bisa bener-bener bersih dari kulit. Nah pas saya baca-baca di blog orang, katanya kedelai emang harus keluar dari kulitnya agar dapat berkembang bersama ragi (coba ini kalimat barusan bisa diambil hikmahnya begini : manusia kadang harus keluar dari tempurungnya sendiri agar dapat berkembang juga). Okay sip? Okay sip.


STEP 4 :

Setelah bersih semua, buang airnya, kemudian tuang semua kedelai di tempat yang agak luas (saya pakai tampah bambu) kemudian keringkan. Berdasarkan pengalaman kemarin sih saya berulang kali harus pindahkan dari tampah satu ke tampah lainnya biar enggak soggy / becek. Ditambah dengan cuaca mendung jadi lama banget keringnya. Nunggu kedelainya kering ternyata lumayan lama, jadi saya tinggal nonton film dulu selama 2 jam lebih, kemudian ketika saya cek belum kering juga. Sekitar 1 jam kemudian baru bisa agak kering (terasa lembab sih tetep, cuman udah gak ada airnya ketika dipegang).




Langkah setelah kering adalah menaburkan ragi. Ragi yang dipakai untuk 1 kilogram kedelai di dalam aturan bungkus ragi tempe adalah 2 gram. Tapi waktu iseng nanya ke pedagang kedelai di pasar, katanya 1 sendok makan. Yaudah saya ikutan pedagang aja pakai 1 sendok makan ragi tempe untuk 1 kg kedelai tersebut. Campur rata ragi dengan kedelainya.




STEP 5 :

Potong - potong daun pisang menjadi bentuk persegi dengan ukuran yang (usahakan) mirip atau sama. Kemudian bungkus satu sendok besar kedelai yang sudah ber ragi ke dalam satu helai daun pisang. Jangan lupa kemudian ditusuk dengan biting (bahasa Indonesianya biting apaan sih? --> semacam lidi kecil yang tajam yang biasa buat menyatukan dua helai daun yang saling bertemu di tengah. halah).



Sori gelap, udah malem


STEP 6 :

Letakkan bungkusan-bungkusan ajaib di suatu tempat yang kering dengan suhu kamar biasa. Jangan terlalu dingin, jangan terlalu terpapar sinar matahari. Tunggu selama kurang lebih 1.5 hari. Ketika dipegang-pegang, tempe terasa hangat, itu tandanya ragi sudah bekerja dengan baik.Moment of truth, kita buka bungkusan ajaib ini.

Ketika dibuka..


TADAAAAA beginilah hasilnya. Jelek bukan? Ya! Tentu saja.

Meskipun bentuknya gak karuan ada yang gede ada yang kecil dan ada yang meleyot gajelas seperti saya, tapi sesungguhnya saya agak bangga sih bisa berhasil jadi tempenya hehehe.

STEP 7 :

Tempe sudah siap dimasak dengan resep yang kamu suka! Saya sih suka cuma pakai garam, air dan bawang putih biasa.


Although they are not in their perfect shapes, I love them as they are.


Setelah digoreng, ini hasilnya! To be honest, I don't want to brag about my own cooking but because I didn't expect this on my first try : IT IS SO DELICIOUS !


This one is tiny. Just like me.


Yay. Sekian cerita tentang saya dan tempe. Semoga bermanfaat untuk yang pengen mencoba. Mohon maaf blog ini kebanyakan ngga jelasnya daripada tipsnya.

Talk to you soon!

Xx,


T.

Comments

  1. Wawawaaaw awesome banget Tis.... Boleh dibagi itu tempenyaaaa

    ReplyDelete
  2. Ayam geprek pake tempe ajiiib! hahaha.. :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

No more after five, part 1 : Belajar di Swedia

Hi! It's been one heck of a rollercoaster journey since I arrived in Sweden to study. Since the journey is so challenging yet exciting at the same time, I don't even know where to start to write about my story as an international student here. Since this information might be more helpful for you, my fellow Indonesian, who wants to study abroad (especially in Sweden), I am gonna write in Bahasa this time (this is time for you to learn Bahasa Indonesia, my dear fellow Chalmerists :p). Oke! Kita mulai ya! Biar topiknya tersusun agak rapi dan nggak membingungkan, mungkin saya bagi tulisan ini menjadi beberapa bagian ya! Itu pintu masuk kampus tercinta. Tapi gedung Titis is 20 menit jalan kaki dari situ :( Belajar di Swedia Belajar di Swedia adalah pilihan pertama saya (dan satu satunya pilihan saya) sebelum saya memutuskan untuk daftar LPDP. Sebenarnya untuk mendaftar kuliah di Swedia itu nggak terlalu sulit dan nggak ribet karena sistemnya semua sudah terint

The Rare Sunlight

Sun-kissed in winter time It was not my nature to check the weather forecast every start of the day, but it is now becoming a daily basis where I wish the weather will be as friendly as possible. It’s not that I am not used to the windy and cold weather yet, but maybe coming from a very bright and sunny place kind of makes me underestimate how the sun surely be missed in this gloomy and dark side of the globe, especially in this particular season of the year, winter. This country has changed my mind about the sun. I used to cover up my whole body before I went out on a sunny day in my hometown, but now I am always looking forward to enjoy the sunlight. To all my Swedish friends, now I get it why you guys love the sun so much. It was the second day of 2017, where I was absolutely thrilled to see the weather forecast says 2 degree Celcius and sunny in Gothenburg, Sweden (I am officially adapted to this kind of temperature now, yay!). It was a perfect day where I could go outsi